hidup, inspirasi, malang

Mahameru jalur Pagak

Cukup lama aku tidak menulis mimpi disini atau mungkin hampir tidak pernah, entah mengapa hari ini hanya anakku yang bermimpi, lainya hanya orang-orang yang mundur ataupun hanya berhenti dan menjadi ahli ramal dadakan.

Hari ini cukuplah Nak bermimpi, ayo kita pergi tinggalkan kota Pagak yang bersahabat ini.

Ini jalur yang harusnya kau lalui jika mimpimu itu terwujud dan hari ini mimpi itu itu begitu keras dan kuat

Jarak dan waktu tempuh pendakian gunung Semeru

Jalur Pendakian Jarak Tempuh Waktu Tempuh
Ranupani – Landengan Dowo 3 km 1,5 jam
Landengan Dowo – Watu Rejeng 3 km 1,5 jam
Watu Rejeng – Ranu Kumbolo 4,5 km 2 jam
Ranu Kumbolo – Oro-Oro Ombo 1 km 30 menit
Oro-Oro Ombo – Cemoro Kandang 1,5 km 30 menit
Cemoro Kandang – Jambangan 3 km 30 menit
Jambangan – Kalimati 2 km 30 menit
Kalimati – Arcopodo 1,2 km 2,5 jam
Arcopodo – Cemoro Tunggal – Puncak Mahameru 1,5 km 3 – 4 jam

Perijinan dan persyaratan mendaki gunung Semeru

Pendaki yang akan naik gunung Semeru wajib mengurus perijinan di TNBTS. Tujuannya untuk memudahkan pengawasan jumlah pendaki dan memudahkan menghubungi keluarga apabila terjadi musibah.

  1. Calon pendaki gunung Semeru wajib melengkapi persyaratan-persyaratan sebagai berikut:
  2. Fotocopy kartu identitas yang masih berlaku sebanyak 2 lembar;
  3. Mengisi biodata semua peserta pendakian;
  4. Surat keterangan sehat dari dokter/ rumah sakit;
  5. Membayar tiket masuk, asuransi dan surat ijin pendakian;
  6. Mengisi buku tamu;
  7. Mengisi formulir daftar barang bawaan setiap anggota tim.

Jangan lupa pesan ayah; bawalah sampahmu pulang Nak!

Semoga mimpi mu terwujud saat insanmu mengizinkan langkahmu. Jangan lupa Ibumu dan salam buat teman dan kawan ayah serta ciptaan-ciptaan Allah yang indah.

#UA

Standard

blog, kata

bukan padi lagi yang membuat “tertunduk”

Image
blog, hidup

bapak saya yang koruptor

Bapak saya yang dulu memiliki program sederhana dengan target sederhana dengan emplementasi juga sangat sederhana.
Pelita dengan tujuan swasembada sandang, pangan, lan papan, pelaksanaannya sederhana cukup sandang, cukup papan dan cukup papan dengan terbukanya lapangan kerja.
Bapak saya yang dahulu pun memulai bekerja dengan “blusukan” ke desa-desa, nginep dirumah-rumah petani dan berbekal nasi kering tempe dan sambal teri bekal dari Ibu saya yang dahulu.
Lha kok ndilalah keluarga besar saya yang dahulu menjadi keluarga yang “gemah ripah loh jinawi”; menjadi keluarga yang bener-bener swasembada, menjadi keluarga percontohan dikampung Asiah. Jawara di gang Asiah Tenggoro.
Program Pelita terus digulirkan tiap 5tahun waktu itu, sempat pula ada program RePelita; sebuah program untuk perencanaan 5tahun kedepan. Termasuk didalamnya pemerataan pembangunan diseluruh bidang dan wilayah. Sayangnya Bapak saya dahulu keburu mundur sebelum sempat blusukan dan memeratakan pembangunan ke saudara-saudara saya didaerah.

Hari ini saya merasakan dampak dimana semua komoditas keluarga saya harus didatangkan dari para tetangga, bahkan untuk komoditas tertentu keluarga kami harus disumbang.

Saya cukup prihatin, bukan prihatin dengan program kerja 100 hari bapak saya yang sekarang, bukan dengan prihatin gagalnya mempertahankan swasembada, bukan prihatin dengan bapak saya sekarang tidak lagi “blusukan”.

Saya cukup prihatin dengan saudara-saudara saya yang menyebut dirinya importir. Saya prihatin dengan bodohnya saudara-saudara saya (termasuk saya) dalam memanfaatkan teknology untuk membangun keluarga ini, saya cukup prihatin dengan saudara-saudara tua saya yang sibuk dengan partainya, kelegeslatifannya dan pencitraanya, yang membuat saya lebih sedih soal keprihatinan adalah terpuruknya wibawa bapak saya dimata para saudara tua saya, saudara wartawan saya, saudara sekolah saya, saudara main catur saya dan saudara saudara saya yang lain.

Memang bapak saya yang dulu koruptor dan saudara-saudara saya yang sekarang juga banyak yang koruptor, memang bapak saya yang dulu diktaktor dan saudara-saudara saya yang sekarang main kotor.

Yang ada dibenak saya saudara-saudara saya dulu hidup “gemahripah”, saudara-saudara tua saya hidup rukun, saya sekolah ceria, yang namanya maling ya benar-benar maling, yang namanya wak yai ya benar-benar ngaji.

Standard

hidup denganmu mati tanpamu

blog

mati tanpamu

Image
inspirasi

Lingkaran Impian

Daya beli->Market->Produksi->Tenaga

Itulah flowchat pemikiran simpel saya selama perjalanan menuju Bandung malam ini.
Berhubung hari Jum’at, tema diatas akan saya kolaborasikan dengan sedekah.

Jika kita mensedekahkan kepada Fakir Miskin, paling tidak kita sudah menambah daya beli.
Jika daya beli bertambah, maka kebutuhan produk di pasar harus ditingkatkan.
Jika Permintaan produk meningkat, maka produksi harus lebih besar.
Dan untuk memperoleh produksi besar, dibutuhkan Tenaga Kerja yang baru.

Proses ini bisa dilihat saat menjelang sampai berakhirnya bulan ramadhan.

Hal senada akan beda saat kita bersedekah kepada Orang Kaya. Karena bersedekah dengan orang kaya tidak mengangkat daya beli, sehingga proses berhenti diawal.

Andai kita mau bersedekah kepada kaum Fakir Miskin dan proses diatas berjalan sesuai flowChat yang saya gambarkan, Insya Allah taraf hidup akan meningkat dan negara kita keluar dari jurang kemiskinan.

Standard
blog, hidup

Profesionalisme dan Komitmen

Hari ini terasa waktu berjalan sangat lambat, sejak pagi bertubi-tubi rekan kami datang ke rumah membicarakan opini dan masa depan antara kami dengan mereka. Seperti bisa ditebak dalam judul tulisan saya ini; mereka datang dengan 2 poin : Profesionalisme dan Komitmen (semoga saya tidak terbalik dalam menuliskannya).

Memang benar kata para leluhur;
“Apa yang kita alami hari ini adalah hasil (panen) dari hari(-hari) kemarin”

Beberapa bulan yang lalu saya dituntut secara etika Profesionalisme menyelesaikan beberapa poin pekerjaan dan tambahan pekerjaan dari para klien. Alhamdulillah, satu persatu bisa saya selesaikan dengan Profesionalisme. Lantas apakah saya mendapatkan timbal balik (Uang) yang secara Komitmen telah tertuang baik secara lisan maupun tulisan?

Ah ternyata TIDAK.

“Itulah bobroknya Komitmen negri ini” itulah kata Tamu terakhir kami saat mengulas tentang buruknya Profesionalisme konsultan dengan pola pikir asal pembayaran lancar.
Dalam pembenaran saya menyetak “Ya memang benar Mas, apalagi beberapa hari ini saya melewati beberapa kepemimpinan yang melalaikan Komitmen dengan mengunakan Profesionalisme sebagai alat kerja”

Kemarin pagi dalam perjalanan menuju kota Malang, saya sempat tersentil dengan e-mail dari sesorang yang secara struktural berada diatas saya. Sebuah berita acara yang telah ditanda tangani dan distempel perusahaan terkairt beberapa tahun yang lalu dianggap tidak relevan dan akan dibuatkan berita acara baru dengan tanda tangan serta stempel perusahaan yang sama. Ketidak relevanan ini sunguh meruntuhkan pekerjaan tim kami sebelumnya. Yang secara Komitmen telah menerima Uang sebagai bentuk Profesionalisme pekerjaan.
Sentilan tersebut akhirnya saya sampaikan melaului email balasan, yang intinya jika tidak relevan, maka adalah secara Profesionalisme kami tidak menyelesaikan pekerjaan tersebut dan kami tidak berhak menerima Uang sebagai bentuk Komitmen tidak terselesaikannya pekerjaan itu.
Selang beberapa menit, saya mendapat email balasan yang intinya adalah “Secara legal mungkin relevan, tapi buat apa kalau ternyata tidak bisa dijadikan acuan?”
Saya menghentikan “perdebatan” tersebut sampai disitu, karena sang Bapak Pemimpin ini menghendaki perdebatan itu tidak diteruskan dan jawaban sentilan tersebut sudah jelas. “Berita Acara yang dahulu atau yang sekarang, jika tidak tegas dalam Komitmen, maka tidak akan relevan” bukan stempel atau tanda tangganya.

Pukul 11.00 saya mendapat telepon dari seorang klien yang mengkonfirmasi akan memberikan sejumlah uang untuk ditukar dengan Komitmen untuk penyelesain pekerjaan secara Profesionalisme 3 hari kedepan dari rekan kerja saya.
Kembali otot dengkul saya kaku, karena otak bekerja dengan tenaga penuh memikirkan salah kaprah orang-orang ini. “Bukannya uang itu hasil dari sebuah Profesionalisme pada sebuah Komitmen”

Sampai pada pukul 22.30 dimana Profesionalisme kesabaran saya benar-benar diuji. Pada pukul 09.33 saya mengirim email kepada pemilik perusahaan dimana saya menjadi sub-kontraktor, yang isinya adalah realisasi Komitmen secara Profesionalisme. Wow, secara Profesionalisme. Mengapa? Secara transparan pemimpin perusahaan telah menyerahkan sepenuhnya Komitmen kami kepada pemilik perusahaan. Saya rasa seorang pemilik akan lebih Profesionalisme dalam menjalankan sebuah Komitmen. Karena banyak faktor dan sudut pandang selaku seorang pemilik terhadapa aset-asetnya.
Dan ternyata lagi-lagi Profesionalisme dan Komitmen ini tidak berjalan pada skema yang seharusnya.

“Ya sudahlah. Jangan mengeluh, tak ada yang perlu dikeluhkan, semua harus disikapi”. Begitu kata teman sekolah saya saat beliau hendak menuju ke Sawojajar untuk menjalankan Profesionalisme dan Komitmen.

saya mohon maaf jika ada Komitmen yang tidak saya jalankan secara Profesionalisme

Standard
blog, hidup, inspirasi

tersesat

sudah cukup lama tidak memberikan fasilitas publik yang benar benar manfaat dan gratis, terhitung setelah matinya fasilitas email gratis dari anuneanu hingga saat ini. entah mengapa hari ini tercetus menghidupkan kembali sebuah situs yang pernah dibeli bersama mas ery yulianto sekian tahun yang lalu.

idenya sederhana ; saat anda tersesat disuatu tempat, kami akan memandu anda ke lokasi tujuan melalu gadget anda

dengan memanfaatkan fasilitas bing map, bing direction, bing traffic, google map v3, google direction dan google traffic semoga segera terwujud keinginan saya untuk memberikan fasilitas publik yang manfaat dan gratis 🙂

ide lanjutan, ide tambahan, ide masukan dan segala macam bentuk ide kami menerima. seperti halnya saya menerima kritik dan saran.

selanjutnya do’akan saya memiliki waktu untuk segera merealisasikan ide kecil ini.

Standard
blog, hidup, inspirasi

…dulu kau tak begitu

Hati semakin larut ketika kuputuskan menutup kisah-kisah denganmu. Entah itu berbagi, membagi atau pun dibagi. Sesungguhnya banyak waktu untuk menunggu dan menunggu.

Langkah semakin lunglai saat kuputuskan tidak melanjutkan semua kisah lama. Seperti menghentikan tetes embun pagi yang terkumpul membetuk sungai rindu.

Tuhan telah menciptakan kemarin, sekarang dan esok untuk sebuah keindahan serta penenang hati yang tercukupi. Dan aku harus menganbil itu untuk selalu memenuhi kebutuhan keindahan dan ketenangan. Dan selama ini sudah tercukupi.

Sudah ya ……..

Standard
blog, hidup, inspirasi

sabar

entah mengapa lelaki gagah ini menceritakan semua keburukan masalalunya kepada kami. entah itu memang sebuah kebetualan atau sebuah kebiasaan

kesabaran adalah kupu kupu

Setelah hampir 3 jam kami  duduk diteras blok G10-55 Terawan Estate, PT. Agro Indomas Central Kalimantan, sebuah telepon berdering dari ponsel Nokia yang tidak ketingalan model milik pemilik rumah, sesekali Beliau menatap mataku dan tersenyum sembari menginformasikan keberadaan saya di teras rumahnya. Nampaknya kepergian kami sejak sore tadi menimbulkan kecemasan rekan Longhouse, atau mungkin ada kepentingan lain dibalik telepon beliau yang berikutnya.

Sambil berjuang melawan ganasnya nyamuk kebun sawit, telinga ini tak hentinya mendengar cerita klasik pekerja keras asal kota Nganjuk tersebut. Dibalik Sosok yang tegap dan relatif ganteng terpendam begitu banyak cerita dan pelajaran seorang rakyat kecil yang merantau ke pulau Kalimantan. Entah mengapa Lelaki gagah ini menceritakan semua keburukan masalalunya kepada kami, entah itu memang sebuah kebetualan atau sebuah kebiasaan, dan hanya segelintir keberhasilan dalam bentuk materi yang beliau ceritakan.

Begitu beratnya hari demi hari yang beliau lalui dalam merantau di pulau ini, dan seandainya saya (boleh) menuliskan semua sisi gelap beliau mungkin bisa menjadi satu cerita menarik untuk kita nikmati. Beliau menghadapi semua hari beratnya dengan sabar dan akan menjadi garang saat kebenaran memihaknya. Hampir semua pekerjaan berat telah dilakukannya; baik itu sebagai tukang pohon sampai supir bus lintas Kalimantan. Dan bagaimana menjadi pemarah saat dia merasa tidak nyaman dan berada pada posisi yang benar.

Keseharian beliau selama saya berada di Terawan Estate adalah mengantar dan memandu team kami; dan saya menilai pekerjaanya sangat profesional. Datang tepat waktu, istirahat tepat waktu, pulang ke keluarga tepat waktu, menyelesaikan tugas dengan baik dan benar dan terus belajar kepada kami tentang apa yang kami kenal.

dan dari sisi keprofesionalan pekerjaan “YA” seperti inilah harusnya seorang manusia bekerja, tapi saya tidak menjumpai di banyak orang

Lantas kenapa saya menulis di blog ini? bukankah banyak orang yang telah melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan oleh bapak itu? bukankan seperti itu harusnya seorang manusia dalam bekerja?

Saya menulis ke blog ini karena keprofesionalan dan kesabaran beliau dalam menyelesaikan tugas. Mau belajar dan tidak malu bertanya. Mau minta tolong dan tidak malu berkata. Dan dari sisi keprofesionalan pekerjaan “YA” seperti inilah harusnya seorang manusia bekerja, tapi saya tidak menjumpai di banyak orang.

Malam ini  kucoba mencari jawaban atas keberhasilan profesionalisme Bapak ini, jawabanya; “menejemen kesabaran dalam melakoni” yang membuat bapak 2 anak ini sekarang mampu menjadi Trainer kendaraan besar dan berat serta memiliki beberapa lahan sawit kecil. Bagaimana kita harus tetap menjaga stabilitas emosi, koordinasi pikiran dan bertindak demokrasi untuk menjadikan menejemen kesabaran ini benar-benar berperan dalam profesionalisme kerja.

Salah satu poin kesabaran yang saya bisa dapatkan dalam 3 jam di teras ini adalah bagaimana beliau begitu peduli dengan kondisi anaknya yang masih 3 bulan saat diluar jam kerja dan beliau tidak terusik sama sekali pada jam kerja, seoalah-olah anaknya sehat-sehat saja.

Malam terlalu larut untuk melanjutkan pembicaraan, senyum sang Bapak mendampingi tawaran penghantaran ke Longhouse buat kami, dan untuk kesekian kalinya saya dengar tangis lirih anak beliau yang paling kecil. Terima kasih pak Sabar 🙂

 

--semoga si bungsu lekas sembuh

 

 

Standard